kegiatan utama belajar/mengajar

Pada bab sebelumnya sudah dibahas dan diuraikan bahwa bahasa itu merupakan satu sistim dan bersifat holistis. Sudah tentu bahwa kesempurnaan satu sistem sangat tergantung bagaimana setiap komponen sistem saling terkait dan saling mendukung.   Dalam hal belajar dan menggunakan satu bahasa ada dua dimensi yang perlu disistemkan  yaitu:

  • · Bagaimana bentuk, susunan, dan struktur bahasa itu sendiri disepakati lalu diseragamkan dan dibakukan supaya bisa menjadi sesuatu yang dapat diduplikasi atau dipelajari yang disebut grammar atau tata bahasa.
  • · Bagaimana proses pemahaman bahasa itu terjadi pada seseorang sehingga menjadi satu skill atau ketrampilan berkomunikasi.

Yang pertama, grammar, secara medalam dapat dipelajari dalam buku “English Grammar Comprehension” Drs. Binsar Sihombing MA dan Barbar Burton MA., Grasindo 2006, 2009. karena sudah merupakan sesuatu yang boleh dikatakan baku. Sementara yang kedua, bagaimana proses pemahamannya dan apa saja kegiatan-kegiatannya belum banyak dibicarakan sebagai satu sistim.

Sekalipun kegiatan-kegiatan itu sudah banyak dilakukan sebagai substansi pelajaran atau pelatihan namun masih merupakan kegiatan-kegiatan terpisah. Kegiatan-kegiatan pokok terkait itu adalah listening, pronouncing, symbolizing, reading, dan writing. Dalam prakteknya masih banyak kegiatan belajar bahasa Inggris dilakukan tanpa melihatnya sebagai sistim. Hasilnya banyak sekali orang sudah belajar bertahun-tahun dan pemahaman membaca dan menulis sudah cukup memadai namun sama sekali tidak bisa memakainya untuk lisan atau berbicara secara aktif dan fasih. Demikian juga sebaliknya, banyak orang sudah dapat berbincang-bincang sehari-hari secara lisan karena sudah sering bergaul dengan orang berbahasa Inggris,  namun samasekali tidak dapat menulis maupun membaca apa yang dapat dia ucapkan. Ini satu akibat karena proses belajar mereka tidak sistematis.

Dengan pertimbangan tersebut maka penulis menuangkan satu gagasan dalam buku ini bagaimana proses pembelajaran bahasa Inggris itu disistimkan. Sistim ini didasarkan pada tinjauan kepustakaan bagaimana bahasa itu berkembang secara alamiah, dan pengamatan-pengamatan penulis tentang hambatan-hambatan teknis dan psikologis yang dialami oleh para pelajar bahasa Inggris sebagai bahasa kedua.  Dengan hasil tinjauan dan pengamatan tersebut maka diambil satu kesimpulan bahwa aktivitas belajar bahasa itu setidaknya harus melibatkan kegiatan-kegiatan sbb:

  • · Listening.
  • · Pronouncing or Speaking.
  • · Symbolizing.
  • · Reading.
  • · Writing.

Mana diantara kegiatan pokok tersebut harus didahulukan, berapa persen porsi waktu untuk setiap kegiatan, dan bagaimana satu kegiatan terkait dan saling mendukung dengan kegiatan lain dapat ditelaah dalam pembahasan berikut.

A. Pendengaran Listening

Listening adalah tahap paling awal seseorang belajar bahasa. Seorang anak mulai melakukan aktivitas belajar mendengarkan bunyi atau suara bermakna saat bayi tersebut umumnya saat menginjak umur tahun kedua. Sebagian kata yang didengar dari ibu, anggota keluarga lain, atau pengasuh akan ditirukan kembali antara dua sampai tujuh bulan kemudian. Itulah sebabnya sering disebutkan bahwa tahap awal belajar bahasa selalu dimulai dari rumah. Karena itu pula sering bahasa kita sehari-hari disebut juga bahasa ibu karena ibulah paling dominan dalam pengembangan seseorang berbahasa.

Sebagai bahasa kedua, dalam hal ini bahasa Inggris, proses belajarnya secara formil dimulai setelah anak masuk sekolah. Namun dengan maraknya media elektronik sebagai sumber pendengaran bahasa Inggris, dan banyaknya play group, dan taman kanak-kanak yang telah mampu memberikan pengenalan beberapa kata dan kalimat-kalimat singkat sederhana kepada anak didiknya, sebenarnya kegiatan listening ini sudah berlangsung sebelum seorang anak masuk sekolah. Namun keadaan tersebut belum bisa merata. Karena itu secara ideal, guru adalah sumber utama dalam kegiatan listening ini. Memang harus kita sadari bahwa para guru bahasa Inggris di Indonesia umumnya belum pernah berinteraksi atau berkomunikasi secara langsung dengan pengguna bahasa itu sebagai bahasa pengantar. Namun hal ini tidak perlu terlalu diprihatinkan lagi dengan maraknya sarana seperti disket-disket, acara-acara di TV, radio berbahasa Inggris yang bisa mereka dengarkan hampir setiap saat.

Dalam kondisi seperti ini, seorang guru dituntut untuk kreatif mengidentifikasi sarana-sarana dan kesempatan yang tersedia diluar sekolah untuk dapat digunakan sebagai sarana belajar listening dan mengintegrasikannya menjadi bagian dari paket pembelajaran di sekolah. Kejelian guru mengamati program siaran, disket DVD, kaset video mana yang cukup baik dipakai sebagai sumber listening merupakan salah satu kunci keberhasilan proses ini. Perlu juga disadari bahwa satu kata yang sudah pernah kita dengar atau sudah pernah kita tuliskan, belum tentu serta merta dapat kita tirukan cara pengucapannya. Sering kata atau kalimat tersebut sulit keluar dari mulut pada waktu kita perlu menggunakan kata atau kalimat tersebut. Oleh karena itu perlu disadari oleh guru maupun siswa bahwa;

  • Tidak perlu merasa gagal apabila tidak mengerti arti keseluruhan satu kalimat.
  • Harus mengulangi ucapan yang bisa di tangkap dengan bersuara, tidak cukup hanya dalam hati.
  • Biasanya kalau satu kata yang sama kita dengar beberapa kali dari orang berbeda, kita akan lebih cepat fasih menirukannya.
  • Biasanya kata kunci dalam satu kalimat selalu mendapat tekanan. Misalnya, Who’s calling? (Siapa yang memanggil/menelepon?) kata calling akan paling jelas. Dalam kalimat I’ll call you later! Akan saya telepon kamu nanti!  call dan later akan mendapat tekanan. Dengan demikian, apa bila kita sudah pernah membaca atau berkenalan dengan kalimat-kalimat singkat yang polanya sama, kata yang lain sekalipun kurang jelas akan bisa kita tebak dan pada akhirnya kita mengerti maksud dari kalimat tersebut.

Proses listening ini dapat dilakukan dengan:

  1. Memutarkan kaset, disket, video, dsb baik berupa dialog, cerita, nyanyian, dsb didepan kelas kalau fasilitas itu tersedia.
  2. Dalam hal fasilitas tersebut pada A tidak tersedia, siswa diminta wajib mendengarkan siaran radio atau TV tertentu berbahasa Inggris pada sore, malam, atau pagi hari disesuaikan dengan jadwal sekolah atau kursus.
  3. Setiap siswa diminta membuat laporan aktivitas listeningnya dan harus di sajikan didepan kelas atau harus diserahkan kepada guru yang meliputi:

1.  Judul/tema yang didengarkan.

2.  Kata apa saja yang dapat ditangkap.

3.  Kalimat-kalimat yang dapat dipahami (Sesuai tingkatkan kelas, kalau laporan belum memungkinkan dalam bahasa Inggris, boleh ditulis dalam  bahasa Indonesia pada saat-saat awal kursus permulaan atau kelas).

4.  Konfirmasi benar tidaknya satu laporan dapat dilihat dari kesesuaian satu laporan dengan laporan lain yang mendengarkan dari sumber serupa.

Memang sudah sifatnya bahwa bahasa itu meresapnya harus bertahap dan merupakan satu proses berulang-ulang. Namun proses berulang-ulang ini tidak akan terasa membosankan apa bila dilakukan dalam suasana simulasi atau belajar. Kalau pengunaan kata atau kalimat dilakukan berulang-ulang sebagai pengalaman nyata, artinya digunakan sebagai kebutuhan mutlak tidak akan terlalu membosankan. Dengan demikian, kalau seorang siswa ditugaskan membuat laporan listening, sekalipun hal itu merupakan kegiatan rutin, mereka tidak akan cepat bosan dengan alasan;

  • Dibutuhkan sebagai bahan laporan kepada guru.
  • Dibutuhkan sebagai bahan berkomunikasi di kelas.

Untuk yang terakhir inilah perlu setiap laporan kegiatan listening dari setiap siswa perlu dibahas bersama di kelas, tidak cukup hanya dievaluasi oleh guru.

Dari semua uraian diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa dalam proses belajar bahasa Inggris kita harus belajar mendengarkan dan mendengarkan untuk belajar (Listen to learn and learn to listen)

B. Pengucapan Pronounciation

Sebagai alat komunikasi, secara alamiah penggunaan bahasa secara aktif selalu dimulai dengan berbicara. Artinya seseorang dari sejak anak kecil setelah mendengar lalu kemudian belajar mengucapkan seperti apa yang dia dengar. Inilah yang disebut sebelumya “Language is vocal” Artinya menggunakan secara aktif dimulai dengan suara atau lisan baru disusul dengan belajar membaca (reading) dan seterusnya menulis (writing) . Proses seperti ini mutlak dalam belajar bahasa Ibu atau bahasa yang pertama dipelajari. Mungkin akan timbul pertanyaan apakah hal ini berlaku juga dalam proses belajar bahasa kedua, ketiga, dst, dan dalam hal ini bahasa Inggris?  Jawabnya! Ya! apabila yang kita maksudkan “berbahasa Inggris secara aktif”

Seperti dikatakan sebelumnya bahwa bahasa tidak cukup hanya dikenal tetapi perlu dimengerti, dipahami, dan fasih menggunakannya.  Apa yang kita persepsikan dari proses penglihatan masih memerlukan satu penerjemahan didalam otak untuk bisa dikonversi kedalam signal visual dan suara. Sesudah itu barulah  kita mampu mereproduksi kembali dalam bentuk lisan. Sementara apa yang kita dengar sudah langsung dalam bentuk signal-signal suara sehingga kalau akan direproduksi kembali tidak perlu lagi ada satu proses konversi didalam sistim saraf. Kita tinggal menyesuaikan dengan corak suara yang kita miliki. Inilah salah satu faktor penyebab, dalam banyak kasus seorang tunanetra bisa lebih cepat memahami ssu yang dia dengar daripada seseorang yang mempelajari hal yang sama dengan bantuan tulisan. Dan ini jugalah penyebab bahwa banyak ilmu pengetahuan yang dapat kita pelajari hanya lewat media cetak namun tidak demikian halnya dengan bahasa. Belajar bahasa itu harus  termasuk unsur verbalnya karena sudah termasuk dalam satu sistim yang holistis. Artinya unsur latihan bicara itu sangat mutlak karena disebutkan juga bahwa bahasa itu bukan insting (Language is non-instinctive).

Menurut pengamatan penulis, ketidak fasihan mengucapkan kata atau kalimat sering menimbulkan keragu-raguan karena takut salah. Padahal kesalahan pengucapan itu tidak begitu menentukan dalam arti pemahaman bahasa secara keseluruhan, karena cara pengucapan itu tidak punya standard yang baku,  yang penting pendengar bisa mengerti  apa yang dimaksud pembicara. Itulah sebabnya cara pengucapan satu kata tertentu sering mengalami perubahan dari waktu ke waktu dan dari satu wilayah ke wilayah lain. Cara pengucapan beberapa kata yang sama oleh orang Australia, Amerika, dan England, sering berbeda namun mereka masih tetap saling mengerti. Inilah alasan kenapa disebut bahwa “Language is arbitrary” (bahasa adalah kesepakatan perorangan).

Proses ini sebenarnya adalah pengulangan atau menirukan apa yang pernah  didengarkan.  Oleh karena itu, orang yang banyak mendengar akan lebih mampu untuk berbicara. Yang menjadi hambatan biasanya adalah keengganan atau rasa takut salah sehingga proses ini tidak lancar sekalipun sebenarnya apa yang akan diucapkan secara konsep sudah ada dalam kepala. Untuk menghadapi hambatan ini, guru atau fasilitator perlu melakukan inisiatif yang biasa disebut “breaking the ice” yang dibahas pada bagian lain buku ini, supaya hambatan psikologis ini cair lalu menghilangkan ketimpangan dalam proses secara keseluruhan.

Dalam proses “breaking the ice” ini para guru sangat berperan. Penulis pernah melakukan eksperimen kepada beberapa siswa SMP kelas I pada akhir semester I. Delapan dari mereka sudah bisa menjawab pertanyaan tertulis “What time is it?” dengan memberi gambar jam yang menunjukkan waktu tertentu. Pertanyaan tersebut dapat dijawab secara tertulis dalam waktu relatif singkat. Tetapi setelah ditanya secara lisan dengan menunjuk pada jam dinding yang ada, hanya dua diantara mereka yang dapat menjawab secara spontan. Eksperimen lain, penulis menggunakan kalender lalu menunjuk hari tertentu (misalnya Selasa) tidak satupun diantara mereka yang secara otomatis dapat mejawab secara lisan mengatakan “Tuesday” padahal sebelumnya mereka semua sudah lancar mengucapkan mulai dari Sunday, Monday, Tuesday, Wednesday, Thursday, Friday, Saturday, kalau hal itu diucapkan secara berurutan. Begitu juga dengan angka, semua anak didik telah lancar mengucapkan angka mulai dari satu sampai seratus. Namun setelah diminta menyebut angka yang ditujuk secara mendadak tidak satupun diantara mereka yang dapat merespon secara otomatis kalau angkanya sudah diatas sepuluh. Ini satu bukti bahwa spontanitas pengucapan ini perlu dipacu dengan berbagai cara misalnya;

  • Tuliskan beberapa angka, nama hari, nama bulan, posisi jam (waktu tertentu)  dan tunjuk secara acak dan minta siswa secara bergantian menyebutnya secara lisan dan spontan dalam kegiatan “breaking the ice”
  • Berikan beberapa kalimat dalam bentuk dialog sehari-hari dengan satu contoh pertanyaan dengan beberapa kemungkinan jawaban
    Pertanyaan:                        :  Do you have spare ballpoint?
    Apa kamu punya ballpoin cadangan?
    Kemungkinan jawaban    :  I’m sorry, I don’t have any!
    Maaf Saya tidak punya
    :  Yes!, I have one, do you want to use it?
    Ya, saya punya satu, apa mau pakai?
    :  What happen to your pen?
    Ada apa dengan ballpoin kamu?
    :  I have one, but I need a spare pen too!
    Saya punya satu tetapi saya juga butuh
    ballpoin cadangan!

    :  What for, don’t you bring a ballpoint?
    Untuk apa, apa kamu tidak bawa bolpoin?
    Kemudian seorang siswa mengajukan pertanyaan tersebut kepada siswa disamping/didepannya. Setelah siswa tersebut menjawab dari salah satu pilihan jawaban atau dengan jawaban yang dia kembangkan sendiri, lalu gilirannya bertanya kepada siswa lain disampingnya. Demikian seterusnya sampai semua siswa mendapat giliran bertanya dan menjawab. Kalimat-kalimat dialog ini dapat dikembangkan sendiri oleh masing-masing guru dengan mengambil kalimat contoh dari buku pelajaran yang ada atau dari contoh-contoh kalimat yang ada pada Bab IV dalam buku ini.
  • Satu persatu siswa di minta untuk menceriterakan kegiatannya diluar sekolah, mengenai rencana liburan,  pengamatannya tentang ssu yang terjadi di masyarakat, dsb. Disini harus kita tekankan bahwa yang penting belum untuk melihat kemampuan dia menyusun dan mengucapkan kalimat dengan baik, tetapi baru memaksimalkan keberaniannya mengucapkan ssu kepada orang lain.
  • Disamping kegiatan tersebut diatas, membaca tulisan dengan bersuara, tidak hanya dalam hati juga merupakan satu latihan pengucapan efektif. Dengan membaca bersuara kita sendiri akan dapat merasakan apakah ucapan kita untuk kata-tertentu sudah benar atau tidak. Kita sendiri akan dapat merasakan apabila ada perbedaan antara cara pengucapan kita dengan apa yang pernah kita dengar.
  • Mengulangi menirukan kembali dengan bersuara ucapan atau suara yang kita dengar. Dari TV saja kita bisa menemukan bermacam-macam acara berbahasa Inggris. Cobalah mendengar dengan cermat  apa yang kita dengar. Lalu kita coba menirukan suara tersebut kata per kata, rangkaian kata, atau kalimat. Sekalipun artinya belum kita ketahui persis, pada saat kita bertemu kata atau kalimat serupa dikemudian hari kita akan lebih mudah memahaminya.

Semua langkah-langkah tersebut diatas akan jauh lebih efektif kalau hal itu dilakukan secara terprogram dalam satu sistim. Artinya dilakukan secara terintegrasi dengan kegiatan lain seperti listening, dan writing.

Satu lagi catatan penting tentang latihan pronounciation ini adalah isi dari kalimat yang dilakukan dalam latihan dialog. Banyak buku-buku pelajaran membuat satu rangkaian dialog berupa imaginasi dialog apa yang akan terjadi ketika ada satu kejadian misalnya seseorang bertemu teman lama di shopping center, seseorang sedang mencari informasi penerbangan di salah satu travel biro, dsb. Dialog seperti ini sama dengan menghafalkan kalimat-kalimat peran tertentu dalam satu scenario film atau drama. Latihan dengan dialog rekayasa seperti ini relatif lebih mudah lupa karena bukan pengalaman sendiri. Akan jauh lebih efektif kalau dialog itu kalau merupakan pengalaman nyta sekalipun sebagian rekayasa. Misalnya si A sudah tahu dimana si B bersekolah, namun dalam latihan dia mecoba menanyakan hal itu kepada si B. Disini si B memberikan jawaban yang benar-benar berkaitan dengan apa yang dialaminya secara langsung, sehingga merupakan pengalaman langsung dalam berkomunikasi dan tidak akan mudah lupa seperti halnya dalam dialog yang semuanya rekayasa.

Sekaitan dengan latihan dialog sesungguhnya itu, guru perlu mempersiapkan diri dengan pertanyaan pertanyaan dan kalimat perintah yang benar-benar diperlukan dalam berinteraksi dengan siswa seperti;

  • · What make you late? Apa yang mebuat kamu terlambat?
  • · Put your home work on my desk! Taruh PR kamu di meja saya?
  • · Have you all done your home work? Apa kalian semua sudah menyelesaikan PR?
  • · What’s your reason for not coming to school yesterday? Apa alasan kamu tidak masuk sekolah kemarin?
  • · Have you worked with your home work? Apa kamu telah mengerjakan PR kamu?
  • · Is there any of you know the answer? Apa ada diantara kalian tahu jawabanya?
  • · If any of you know the answer, raise your hand? Kalau ada diantara kamu tahu jawabanya, angkat tangan ketas?
  • · Susan! What are you laughing at? Susan!  Apa yang kamu tertawakan!
  • · Mona! What are you doing there? Mona! Sedang apa kamu disana?
  • · etc.

Pertanyaan-pertanyaan spontan seperti ini seharusnya dikuasai oleh seorang guru bahasa Inggris. Pertanyaan spontan akan mengundang jawaban spontan, dan itulah yang disebut “real communication”  Dalam hal siswa yang ditanya tidak dapat menjawab dengan spontan dalam bahasa Inggris, silahkan jawabannya dalam bahasa Indonesia, dan dijadikan bahan pembahasan di kelas apa saja kemungkinan jawaban tersebut.

C. Pemberian simbol Symbolizing

Pemberian symbol-symbol pada bahasa lisan tertentu merupakan satu tahap yang tidak bisa dilepaskan dari proses perkembangan bahasa. Namun dalam hal ini dengan tersedianya kamus-kamus yang dilengkapi dengan tanda-tanda baca, maka tidak secara khusus ditempatkan sebagai salah satu materi dalam metode ini.

D. Membaca Reading

Membaca bagaikan pedang bermata dua dalam proses belajar bahasa. Disatu sisi membaca dengan bersuara (verbal reading) bertujuan melatih pengucapan (pronunciation). Disisi lain membaca bisa meningkatkan pemahaman muatan tulisan (comprehensive reading) dan untuk memperkaya perbendaharaan kata (vocabulary). Karena kedua jenis aktivitas ini tujuannya berbeda, maka harus dilakukan dengan pendekatan atau metode berbeda. Begitu pentingnya kegiatan ini maka ada beberapa hal perlu diperhatikan dalam memilih/menyusun bahan bacaan, bagaimana proses itu harus diakukan yaitu:

Verbal Reading

  • Membaca satu kalimat atau tulisan dengan bersuara mungkin akan dianggap oleh siswa sebagai sesuatu yang konyol karena diperlakukan seperti anak baru masuk TK atau SD. Oleh sebab itu guru perlu menjelaskan terlebih dahulu tujuan verbal reading ini adalah bagian dari sistim belajar bahasa yang efektif karena merupakan aktualisasi penggunaan bahasa secara aktif.
  • Bahan bacaan baik berupa kata, frasa, kalimat, sebaiknya sebagian besar mengandung kata yang sudah pernah didengar secara lisan (vocal). Ada beberapa cara untuk membuat bahan bacaan seperti ini antara lain;
  1. Siapkan peralatan audio untuk memutarkan kaset, disket, video tape, dsb yang berbahasa Inggris dan transkripnya. Perdengarkan A/V tsb didepan kelas beberapa kali, kemudian berikan cuplikan-cuplikan transkrip kepada siswa secara bergantian membacanya sementara yang lain menulis kembali apa yang dibaca temannya.
  2. Minta setiap siswa mencatat kata, frasa, atau kalimat yang dia dengarkan dari salah satu program radio, TV, dsb, saat mereka melakukan tugas listening. Masing-masing siswa menggunakan catatannya sebagai bahan yang akan dibacakan saat melakukan tugas membaca di kelas.
  3. Guru membacakan sesuatu dikelas dan siswa diminta untuk mencatat secara lengkap apa yang dibacakan guru. Kemudian masing-masing siswa membacakan kembali apa yang dicatatnya.
  • Dalam melakukan evaluasi kemampuan verbal siswa, saat seorang siswa membacakan sesuatu, siswa yang lain diminta untuk menulisnya kembali. Apabila siswa yang mendengar sudah dapat menangkap kata, frasa, atau kalimat yang dibacakan oleh temannya berarti sudah terjadi komunikasi verbal dan inilah tujuan dari kegiatan tersebut.
  • Kegiatan verbal reading ini merupakan kelanjutan kegiatan “breaking the ice” dalam program speaking. Karena itu perlu dilakukan secara intensif karena cara inilah yang dapat memacu siswa mejadi mampu berbahasa Inggris secara lisan dengan aktif.

Comprehensive  Reading.

Yang dimaksud comprehensive reading adalah membaca berbagai bentuk tulisan apakah prosa, laporan ilmiah, sejarah, dsb. secara seksama untuk dapat memahami isi dan maksud tulisan. Comprehensive reading ini bertujuan meningkatkan pengenalan siswa terhadap berbagai bentuk atau struktur kalimat,  gaya penulisan,  dan memperkaya perbendaharaan kata. Untuk itu kita perlu memperhatikan hal-hal sbb:

  • Bahan bacaan sebaiknya berupa kutipan dari tulisan-tulisan formil seperti buku ilmiah, makalah atau laporan konperensi atau seminar international yang ditulis oleh pengguna bahasa tersebut sebagai bahasa pertama.
  • Bahan bacaan untuk ‘comprehensive reading’ ini sangat banyak tersedia. Umumnya buku-buku bahasa Inggris untuk SMP maupun SMA banyak memuat potongan-potongan tulisan bagus namun tidak semuanya cukup bagus. Oleh karena itu guru harus jeli melihat jangan sampai siswa ter-ekspose dengan bahan bacaan yang tata bahasanya kurang baik sebelum mereka mampu mengenal struktur kalimat atau grammar yang benar dan yang salah. Karena itu, khusus mengenai bahan bacaan ini sebaiknya pilihan dijatuhkan pada tulisan-tulisan yang ditulis oleh native English speaker.
  • Reading Comprehension (pembacaan memahami tulisan) merupakan salah satu tolok ukur kemampuan berbahasa. Dalam ujian TOEFL (Test of English as a Foreign Language),  reading comprehension merupakan satu unsur yang di uji disamping listening dan grammar. Karena itu, kegiatan reading ini merupakan salah satu langkah persiapan mengikuti ujian TOEFL kalau satu saat mereka butuhkan dalam rangka memperdalam ilmu di luar negeri.
  • Evaluasi keberhasilan comprehensive reading ini dilakukan dengan mengajukan pertanyaan yang isinya terdapat dalam tulisan tersebut antara lain;
  1. Topik tulisan (biasanya secara sengaja topik tulisan tsb tidak dicantumkan)
  2. Dibuat satu statement lalu ditanya apakah statement itu benar atau salah sesuai isi tulisan.
  3. Di alinea mana terdapat satu pernyataan tertentu
  4. dsb
  • Melihat sifat dan tujuan reading comprehension tersebut maka dapat ditarik kesimpulan bahwa:

1. Lain halnya dengan verbal reading, comprehensive reading ini tidak masalah atau malah lebih baik dilakukan secara sendiri-sendiri agar bisa berkonsentrasi memahami apa isi tulisan. Karena itu penugasan untuk komprehensive reading ini bisa merupakan PR siswa secara berkala. Misalnya guru mencari satu artikel dari satu surat kabar, majalah, atau media lain berbahasa Inggris. Lalu para siswa ditugaskan membuat ringkasan dan menjawab beberapa pertanyaan yang jawabannya ada dalam tulisan.

2. Disamping bertujuan meningkatkan kemampuan memahami alur pikir dalam satu tulisan, kegiatan ini juga dapat meningkatkan wawasan tentang bidang-bidang tertentu.  Oleh karena itu dalam memilih bahan bacaan perlu menjadi pertimbangan bahwa bacaan tersebut:
a) Dapat meningkatkan wawasan siswa dengan memilih tulisan yang
bermuatan ilmu pengetahuan;
b) Dapat meningkatkan minat baca siswa dengan memilih bacaan menarik
dari sudut substansi, dan juga dengan gaya tulisan yang tidak terlalu
sulit dicerna:

3. Setiap penulis mempunyai gaya tersendiri dalam penulisan untuk mengutarakan hal yang sama. Karena itu bahan bacaan harus diusahakan bervariasi bukan saja dilihat dari judul tulisan tetapi juga dari penulisnya. Semakin banyak gaya tulisan yang pernah kita baca, akan semakin cepat kita dapat memahami mana rangkaian kalimat yang berfungsi sebagai subyek, mana yang berfungsi sebagai verb, dan mana predikat. Seperti disebutkan sebelumnya, pemahaman satu kalimat dimulai dari pengenalan mana bagian-bagian kalimat tersebut.

4. Salah satu kunci pemahaman satu tulisan adalah mengenal sepintas struktur kalimat dengan secara langsung mengetahui mana subyek utama dan  mana verb utama setiap kalimat. Kemampuan siswa mengenal mana subyek dan mana verb secara jelas baru mulai timbul setelah mereka mulai belajar struktur atau bagian-bagia kalimat yang merupakan satu unsur dari grammar. Sementara dalam bab sebelumnya sudah diutarakan agar siswa jangan terlalu dibebani kerumitan grammar saat mereka baru belajar mengucapkan dan memahami maksud kalimat-kalimat sehari-hari  yang dibutuhkan ketika berkomunikasi.  Oleh karena itu, memasuki fase reading comprehension, adalah saat paling tepat memberikan pelajaran grammar, terutama menyangkut kelas kata (parts of speech) dan bagian-bagian kalimat (parts of a sentence).  Dengan kata lain pelajaran grammar itu merupakan salah satu tujuan dari reading comprehension.

Dari uraian diatas dapat kita lihat betapa reading comprehension ini merupakan satu media berdimensi ganda.  Bahan bacaan dapat mempengaruhi keingin tahuan terhadap sesuatu bidang dan selanjutnaya akan dapat pula meningkatkan minat baca. Karena itu sebaiknya kita memilih bahan bacaan mengenai hal-hal yang real atau rasional daripada yang bersifat khayal atau fiktif. Artinya, kalau ada buku ilmiah, sejarah, atau topik-topik mengenai kehidupan nyata, itu akan lebih baik dibandingkan kita memilih novel cerita fiktif, sekalipun dari sudut tata bahasa cerita fiktif tersebut cukup baik.

Berikut satu contoh kutipan sebagai bahan comprehension reading;

Contoh I

“The earliest Americans were hunters who came from Asia. They migrated to America many thousands of years ago during the Ice Age. At that time, the earth’s climate was colder than it is today.  There was snow and Ice all year in many parts of the America”

Setelah dibaca siswa diajak membahas kalimat pertama The earliest Americans were hunters who came from Asia. Kalau siswa saat latihan sebelumnya sudah pernah berkenalan dengan kalimat They were my school mate (Mereka dulu adalah teman sekolah saya). dan kalimat Who came here yesterday? (Siapa yang datang  kesini kemarin?). Mereka akan cepat menangkap bahwa verb kalimat utama adalah were (adalah) dan verb kedua adalah came (datang).  Alur pikir akan dimulai dari pertanyaan, “were hunters” itu apa? Begitu melihat di kamus hunter itu “pemburu” maka siswa dengan cepat menangkap bahwa “were hunter”  artinya “adalah pemburu” Akan muncul pertanyaan siapa yang pemburu? Sudah jelas tidak susah menebak lagi bahwa yang dimaksud  pemburu itu adalah Americans (orang America), orang America yang mana akan terjawab setelah melihat kamus earliest itu adalah “paling dulu”,   “paling awal”, atau “pertama”. Pada kesempatan ini tepat sekali untuk memerkenalkan ketentuan grammar tentang adjective for comparison (positive, comparative, superlative – early (awal) – earlier (lebih awal) – earliest (paling awal).

Selanjutnya siswa diajak membahas verb kedua came (datang). Siapa yang datang?  “Siapa”  itu sudah jelas merujuk pada orang yang sudah disebutkan yaitu “orang Amerika paling awal atau paling pertama”. Maka lengkaplah artinya bahwa kalimat itu dalam bahasa Indonesia “Orang Amerika paling pertama adalah pemburu-pemburu yang datang  dari Asia”

Contoh II

“It is virtually impossible to talk about the labor forces as if it were a single homogeneous mass. Members of the labor are dissimilar in some respects and similar in others. In order to permit discussion of the working people of this nation with any degree of understanding, several characteristics have been developed by which they may be described”.

Kalimat pada bacaan kedua ini sepintas lalu sudah lebih rumit dan kompleks dari contoh bacaan pertama. Jika kita mulai menelaahnya secara sistematis seperti langkah pembahasan pada contoh diatas, sebenarnya tidak ada yang sulit.

Langkah-langkah:

  1. Cari kata berkarakter verb.  Hasilnya ada 3 (is, talk, dan were)
  2. Cari kata berkarakter noun (atau kata gantinya/pronoun) sebagai subjek masing-masing verb. Akan mudah kita lihat bahwa subjek “is” adalah “It”  pada awal kalimat, sedangkan talk tidak ada subjeknya karena didahului  “to” yang bukan noun. Kalau siswa sudah pernah berkenalan dengan kalimat seperti   Do you like to go with him? Apa kamu suka pergi bersama dia?” atau   I don’t want you to talk about it. “Saya tidak ingin kamu bicara soal itu”, secara otomatis mereka akan langsung mengerti bahwa to talk dalam kalimat ini bukanlah verb.
  3. Gunakan kesempatan ini menjelaskan bahwa infinitive (action word atau kata kerja diawali dengan “to”) to sing, to walk, to take, bisa berfungsi seperti noun menjadi subjek atau objek.
  4. Selanjutnya siswa diajak melihat verb lain  ‘were’. Subjeknya adalah “it” sebagai pronoun “labout forces
  5. Kita cari arti kata-kata lain yang mudah seperti impossible (tidak mungkin),  to talk (berbicara), about (tentang), labor forces (tenaga kerja).
  6. Kata-kata diatas mulai dirangkai.  It (itu, atau sesuatu) is (adalah) virtually  impossible (tidak mungkin) to talk (membicarakan) about (tentang) labor forces (tenaga kerja) as if  it were (adalah) a single (satu) homogeneous mass (massa/kumpulan).
  7. Tinggal mencari dalam kamus apa padanan kata vitulally (dengan jelas), as if (seolah-olah), homogeneous (seragam).
  8. Akhirnya akan ada berbagai pilihan antara lain;
  • Sudah jelas bahwa adalah sesuatu yang tidak mungkin berbicara tentang tenaga kerja seolah-olah mereka adalah satu kelompok massa yang semua seragam.
  • Itu jelas bahwa sesuatu yang tidak mungkin membicarakan perihal tenaga kerja dengan menganggap semua mereka menjadi satu kumpulan massa yang sama.
  • Jelas tidak mungkin berbicara tentang tenaga kerja dengan melihat mereka seolah-olah satu kelompok massa seragam.

Dengan cara seperti ini, siswa akan terbiasa melihat berbagai bentuk kalimat yang sifatnya interpretative. Pengalaman seperti ini akan membuat siswa lebih creative membuat variasi-variasi bentuk dan susunan kalimat yang sangat diperlukan dalam kemampuan menulis dengan pola berfikir native English speaker.

E. Pengantar Tata Bahasa An Introduction to Grammar

Begitu kita mendengar kata Grammar, akan terlintas dalam pikiran ‘teori’ dan ‘aturan’ Kedua kata ini selanjutnya menyiratkan “sulit” dan “rumit”. Apakah memang demikian? Apakah seseorang harus menjadi ahli dalam grammar baru bisa berbahasa Inggris? Kenyataan, banyak orang tidak atau belum pernah belajar grammar secara formal dapat berkomunikasi dengan lancar dalam bahasa Inggris karena bahasa itu adalah bahasa Ibu mereka atau digunakan sebagai bahasa pengantar sehari-hari. Seorang anak umur 5 s/d 6 tahun biasanya sudah lancar bicara dengan kalimat-kalimat sesuai dengan kaidah-kaidah grammar sebelum masuk sekolah. Kalau demikian untuk apa kita harus belajar grammar? Untuk menjawab pertanyaan itu mari kita coba analisa untuk apa kita harus belajar grammar.  Grammar itu adalah kaidah-kaidah bahasa yang secara luas telah diberlakukan oleh pemakainya. Kaidah-kaidah tersebut kemudian dibakukan dan didokumentasikan oleh para ahli bahasa untuk kemudian digunakan sebagai rambu-rambu pengembangan bahasa bersangkutan.

Karena ada kesan bahwa grammar itu sulit dan rumit, maka disarankan supaya pengenalan dan pemahamannya bisa berlangsung secara alamiah. Artinya seseorang harus memahaminya dari pengalaman sendiri. Misalnya seorang siswa sudah fasih mengucapkan dan arti kalimat “He is my friend” (Dia adalah teman saya) dan “They are my friends”  (Mereka adalah teman saya)  Kemudian akan muncul pertanyaan dibenak mereka bahwa dalam bahasa Indonesia perbedaan kedua kalimat hanya pada “Dia” dan “Mereka”, sedangkan dalam bahasa Inggrisnya ada perbedaan pada tiga kata; “He vs They”, “is” vs “are”, dan “’friend” vs “friends”. Setelah ada pertanyaan tentang perbedaan perbedaan ini barulah perlu ada penjelasan bahwa ada keharusan “kesesuaian subjek kalimat dengan verb” dan “adanya perbedaan penulisan antara noun tunggal dan jamak” penjelasan itu akan relatif lebih cepat dipahami karena muncul sebagai jawaban atas pertanyaan dari pengalaman mereka sendiri.

Dalam proses komunikasi, penyamaan persepsi itu terjadi apabila komunikasi itu merupakan satu interaksi dua interest yaitu keingintahuan tentang sesuatu di satu pihak dan kemauan memberitahu di pihak lain. Dengan proses ini kemungkinan masuk kuping kiri dan keluar kuping kanan akan dapat diatasi.

Dari uraian diatas dapat kita tarik kesimpulan bahwa kaidah grammar sebaiknya diperkenalkan dengan langkah-langkah sbb:

  • Berikan penjelasan setelah ada pertanyaan dari siswa tentang sesuatu yang menyangkut kaidah grammar tertentu. Artinya tidak begitu penting untuk mengalokasikan waktu khusus untuk penjelasan grammar. Bahaslah grammar itu secara kontekstual.
  • · Apabila guru merasa ada ketentuan grammar penting namun jarang ditemukan dalam kalimat-kalimat hasil bentukan siswa, berikan terlebih dahulu contoh dalam kalimat sebelum dijelaskan dari sudut ketentuan grammar. Misalnya kata “were” sebagai bentuk past tense kata “are” dan sebagai verb “pengandaian”. Untuk memperkenalkan bentuk ini, berikan terlebih dahulu beberapa kalimat seperti “They were here yesterday” (Mereka ada disini kemarin) dan kalimat “If I were you, I’ll not going there” (Andai kata saya jadi kamu, saya tidak akan pergi kesana). Setelah mereka fasih dengan dua kalimat ini dimana ada kata “were”, barulah kita jelaskan bahwa salah satu “were” itu adalah bentuk past tense dan satu lagi digunakan sebagai verb untuk I (saya) dengan arti menjadi “seandainya”.
  • · Khusus untuk pengenalan “tenses”, karena banyaknya bentuk tense (lengkapnya dapat dilihat pada bagian lain buku ini), perkenalkanlah bentuk tense itu dengan memberikan beberapa contoh kalimat, barulah diberikan definisi-definisinya.
  • · Umumnya bagi siswa yang belajar bahasa Inggris sebagai bahasa kedua, kekurang pahaman tentang grammar itu akan sangat terasa saat memulai writing. Karena itu kegiatan writing, dapat digunakan sebagai kegiatan “self evaluation” pemahaman grammar. Namun kita harus hati-hati, jangan sampai rasa takut salah grammar akhirnya ide-ide atau gagasan-gagasan murni dari siswa terhambat. Salah satu cara menghindari hal ini, dalam memberikan nilai pada tugas writing, bobot muncul dan mengalirnya ide harus jauh lebih besar dibandingkan dengan bobot grammar.

F. Writing Exercises Latihan Menulis

Berikut kutipan dari sebuah buku “You don’t have to be an expert in grammar … You don’t have to be walking dictionary (to be able to write a meaningful writing) ……. Too often the teaching of writing has been made overly complex by specialist in teaching students complicated and abstract concepts . ….”[1] yang artinya kurang lebih  “Anda tidak perlu harus ahli tata bahasa Inggris. ….  Anda tidak harus menjadi kamus berjalan (untuk mampu membuat tulisan yang penuh arti)… Terlalu sering pelajaran menulis dibuat membingungkan dan kompleks oleh  para spesialis dalam mengajar siswa menulis konsep yang abstrak dan rumit ….” Pernyataan itu ada benarnya. Namun seorang penulis, khususnya kalau bahasa yang ditulis merupakan bahasa kedua untuknya, harus menguasai setidak-tidaknya garis besar grammar kalau dia ingin tulisannya punya style sendiri,  mudah dipahami, dan tidak mungkin di salah tafsirkan pembaca.

Dari pengamatan penulis, boleh dikatakan bahwa orang Indonesia masih sangat kekurangan penulis dalam bahasa Inggris secara baik, misalnya untuk laporan-laporan kegiatan proyek, penelitian,  atau reportase berita. Kalaupun ada jumlahnya masih sangat terbatas dan sudah habis terserap diberbagai bidang. Faktanya dapat kita lihat bahwa untuk proyek-proyek pemerintah saja yang dibiayai dari pinjaman bank Dunia atau bank Internasional lain,  instansi pemerintah masih ada yang menggunakan kosultan-konsultan asing untuk membuat laporan-laporan pelaksanaan proyek. Oleh karena itu, ketrampilan menulis harus ditanamkan kepada generasi muda sejak awal mereka belajar bahas Inggris.

Pada saat latihan menulis inilah grammar diperkenalkan secara terintegrasi dan bertahap, antara lain pengenalan fungsi-fungsi atau kelas kata (part of speech), tenses, kesesuaian subjek dengan bentuk verb, struktur kalimat dan bagian-bagiannya termasuk subjek, predikat, frasa (phrase), dsb (salah satu buku yang secara rinci menjelaskan aspek-aspek grammar ini adalah “English Grammar Comprehension” oleh Drs Binsar Sihombing. MA, dan Barbara Burton. MA, Grasindo 2007 yang ditulis dalam dua bahasa (Inggris & Indonesia).

Menulis adalah satu kegiatan menghubungkan kata dalam kalimat-kalimat lalu menuliskannya diatas kertas atau di memory komputer. Pertanyaannya; kata-kata apa? Kalimatnya seperti apa? Berapa banyak kata atau kalimat? Susunannya seperti apa?  Bagaimana supaya tulisan itu mudah dibaca namun tidak menjenuhkan. Untuk menjawab pertanyaan ini para ahli atau seniman bertalenta menulis,  memberikan berbagai argumen tentang sistematika dan cara berfikir. Kutipan berikut mencerminkan adanya dua pendekatan berbeda;  “For some writers, it is: they think the whole things out” before they put words on paper. For others, the physical act of writing itself is a means of exploration and discovery that stimulates their thinking and gives them ideas. Like …. “How can I know what I think till I see what I say?”[2] Artinya kurang lebih; Untuk  sebagian penulis, adalah “mereka pikirkan (kumpulkan dalam pikiran) seluruhnya” sebelum menuangkan kata-katanya diatas kertas. Untuk yang lain, tindakan fisik menulis itu sendiri berarti penelusuran dan penemuan yang mendorong pemikiran dan memberi mereka gagasan (ide). Seperti. …. “Bagaimana saya tahu apa yang saya pikirkan sebelum saya melihat apa yang saya katakan?”

Penulis sendiri berpendapat bahwa kita harus mengambil jalan tengah dari dua pendekatan tersebut. Kita pikirkan dulu secara keseluruhan apa yang harus ditulis, sekalipun gambarannya masih menyangkut garis-garis besar. Namun sebelum konsep dalam pikiran kita hilang, harus langsung dimulai menulis.  Dengan kata lain kita pikirkan hal besar, mulai dari kecil, lakukan sekarang juga. Langkah-langkahnya dapat dilakukan seperti berikut:

Tentang apa yang akan ditulis, misalnya; a) “about flood”, lalu kemudian kita batasi dengan pertanyaan Is it about flood in general? or in a particular place? Say it about flood in Jakarta? (Katakanlah tentang banjir di Jakarta)

Sesudah kita putuskan akan menulis tentang banjir di Jakarta, kemudian kita kembangkan berbagai pertanyaan tentang banjir tersebut dimana jawabannya menjadi isi tulisan. Pertanyaan yang mungkin misalnya;

  1. Is a flood a routine event in Jakarta?
    Apa banjir sesuatu yang rutin di Jakarta?
  2. What is the main cause of the flood?
    Apa penyebab utama banjir itu?
  3. How far the flood become a problem?
    Sejauh mana banjir itu telah menjadi masalah?
  4. Who is responsible with the flood?
    Banjir itu tanggung-jawab siapa?
  5. Did the local government seriously prevent?
    Apa pemerintah daerah telah mencegah dengan serius?
  6. As the writer, do you have any suggestion to prevent or to overcome the
    problem? Sebagai penulis apa anda punya gagasan untuk mencegah atau menanggulangi masalah itu?
  7. etc.

Jawaban-jawaban pertanyaan ini kemudian menjadi isi tulisan dan kita susun dalam bentuk alinea-alinea, dan kalau data, informasi, dan pemikiran cukup panjang dapat dijadikan menjadi isi bab-bab tulisan.

Sebelum menulis pertama-tama kita harus memahami betul kata flood itu apakah verb atau noun atau bisa dua-duanya. Kalau noun apakah countable atau uncountable. Dari berbagai kamus akan dapat kita temui bahwa flood itu bisa verb dan bisa noun. Artinya dalam bahasa Indonesia bisa “membanjiri” dan bisa “banjir”. Kalau kita ingin menggunakan verb,  tentu kita akan mencari apa subjeknya (apa yang membanjiri). Jelas yang dapat membanjiri satu wilayah adalah hujan deras (heavy rain) atau luapan sungai (the overflow of a river). Inilah alasan mengatakan bahwa sulit membayangkan seseorang dapat membuat tulisan bermutu kalau tidak menguasai setidak-tidaknya garis besar grammar. Dengan memahami aspek diatas kita dapat membuat judul sesuai keadaan sebenarnya sbb;

  1. The Ciliwung overflow is flooding a number areas of East Jakarta.
    Luapan kali Ciliwung sedang membanjiri sejumlah wilayah di Jakarta Timur.
  2. A heavy rain has flooded many housing area in Jakarta.
    Hujan lebat telah membanjiri banyak komplek perumahan di Jakarta.
    Kalau kita ingin menggunakan flood sebagai noun, maka judulnya akan menjadi:

  • Flood that caused by overflow from Ciliwung has destroyed many houses.
    Banjir akibat luapan dari Ciliwung telah merusak banyak rumah.
  • A heavy rain has caused floods everywhere in Jakarta.
    Hujan lebat telah mengakibatkan banjir dimana-mana di Jakarta.

Pengalaman seperti ini menjadi satu ajang latihan buat seseorang untuk lebih memantapkan penguasaan grammar. Banyak ketentuan penggunaan grammar ini kurang diperhatikan saat membaca atau berbicara. Tetapi saat menulis kita dituntut untuk memilih dari berbagai kemungkinan kaidah grammar. Seperti dibahas  sebelumnya, tanpa menguasai setidaknya garis besar grammar, akan sulit bagi seorang penulis mengembangkan tulisan dengan gaya tulisan creative.

Beberapa catatan berguna tentang bagaimana membuat tulisan bagus

Some useful tips on how to make a good writng.

  • · Make it as concise as possible.
    Buatlah sepadat dan sesingkat mungkin
    Buatlah tulisan itu sesingkat dan sepadat mungkin. Hindari kesan bahwa tulisan anda dikatakan ‘It’s short but it circularly goes  around, it’s long but didn’t reach the point’ (singkat tetapi memutar-mutar, dikatakan panjang tetapi tidak sampai pada tujuan)
  • · Alirkan ide dan informasin secara beruntun.
    Flow the idea and information orderly.
    Alirkan ide atau gagasan anda secara beruntun. Maksudnya setiap pernyataan atau gagasan harus kita urut satu persatu dimana pendapat kedua merupakan lanjutan, berkaitan, atau jawaban pernyataan pertama dan ketiga merupakan kelanjutan pernyataan kedua. Kalau kita lihat contoh ‘banjir’ diatas, kalau kita langsung melompat pada butir ke-4 siapa yang bertanggung jawab sebelum jelas tanggung jawab soal apa, maka alur pikirnya tidak akan menyambung. Karena itu harus ada dulu penjelasan sebelumnya bahwa ada ssu yang perlu dipertanggung jawabkan (butir 3). Dalam hal seperti ini jangan sampai butir 4 lebih dulu diuraikan dari butir 3. Salah satu teknik agar terlihat alur tulisan sudah beruntun atau tidak adalah dengan menyusun serangkaian pertanyaan seperti di contohkan diatas.  Tidak runtunnya urutan akan lebih mudah dilihat sewaktu sistematikanya masih merupakan untaian sejumlah pertanyaan, dibanding kalau sudah menjadi tulisan dalam bentuk alinea-alinea.
  • · Jadilah besifat sumber informasi Be informative.
    Menghasilkan sebanyak mungkin informasi kepada pembaca adalah tolok ukur bobot sebuah tulisan. Kalau kita mengatakan misalnya ‘the prices are sharply increasing” (harga-harga sedang naik tajam) tanpa menyebut angka atau persentase kenaikan, itu kurang informative. Tetapi kalau kita bilang  ‘the prices are sharply increasing averagely by 10% compare to the last year’s’ (harga-harga naik tajam rata-rata 10% dibanding tahun lalu)  itu baru bisa disebut informative.
  • · Jangan tumpang tinduh Don’t be redundant.
    Jangan menggunakan kata atau kalimat berlebihan atau tumpang tindih.
    Misalnya ‘A male policeman came here yesterday”  Karena policeman adalah polisi laki-laki, maka tidak perlu lagi memakai male. Kalimat itu seharusnya ‘A male police …” atau “A policeman …”
  • Utamakan memakai kalimat aktif Prefer to use active voice.
    Penggunaan active voice, dimana subyek kalimat adalah pelaku verb, bukan penderita atau penerima satu perbuatan dalam kalimat dimana verb adalah “action word” (kata kerja) umumnya menjadi pilihan utama para penulis native English speaker. Seperti  ‘I didn’t see you at the party, why?’ (Saya tidak melihat kamu di pesta itu, kenapa?) Pertanyaan ini dapat dijawab dengan passive voice “I wasn’t invited”. (Saya tidak diundang). Dalam bahasa Indonesia ini memang lazim dan kedengaran enak. Namun seorang native English speaker lebih cenderung akan menjawab dengan active voice, “I don’t have an invitation” (Saya tidak punya undangan) atau “They didn’t invite me” (Mereka tidak mengundang saya). Contoh lain “If a mouse bite a cat, that is really a news. But if a cat bite a mouse,  it’s not a news” Kalau dalam bahasa Indonesia kalimat seperti ini kita buat dalam bentuk passive voice, ‘Kalau seekor kucing digigit tikus itu benar-benar berita. Tetapi kalau seekor tikus digigit kucing itu bukan berita’, kedengarannya tetap enak. Karena itu penggunaan passive voice dalam bahasa Indonesia yang tidak mengurangi arti dan enak tidaknya didengar, jangan sampai terbawa-bawa sehingga kita menggunakannya juga dalam bahasa Inggris.

G. Verbal Wording Pembentukan Kata dari Verb

Verbal wording adalah pembentukan kata berasal dari verb. Proficiency, atau  kemampuan verbal wording ini akan memperkaya vocabulary (perbendaharaan) kata, sehingga seseorang akan dapat;

Lebih cepat menemukan format-format kalimat tepat

Lebih mudah membuat kalimat menjadi concise (singkat padat)

Memperkaya variasi penggunaan kata untuk mengekspresikan ide yang sama.

Verbal wording paling sering ditemui atau digunakan antara lain pembentukan;

  1. kata adjective (action verb + ed).
  2. action verb akhiran ‘ing’ sebagai adjective.
  3. action verb akhiran ‘ing’ (gerund) berfungsi noun subyek/obyek kalimat.
  4. infinitive ( to + action word) sebagai subyek atau obyek kalimat.

Contoh 1.
Kata asal                      :  paint

Sebagai verb                :  I paint old car to make money

Saya mencat mobil tua untuk mendapatkan uang

Sebagai noun                :  Would you buy a gallon of paint for this fence?

Apa kamu boleh membeli satu gallon cat untuk pagar ini?

Sebagai adjective          :  Move the picture and put it on that painted wall.

Pindahkan gambar itu, taruh di dinding yang sudah bercat.

Gerund (subjek)           :  Painting needs somebody’s patience.
Mencat (melukis) membutuhkan kesabaran seseorang.

Gerund (objek)             :  I got painting as my hobby since I was young.

Saya mengambil melukis sebagai hobby sejak saya muda.

Infinitive (subjek)          :  To paint this high wall will take much time.
Mencat dinding tinggi ini akan menghabiskan banyak waktu.

Infinitive (objek)           :  When I was young I learned to paint picture.

Waktu muda saya belajar melukis gambar.

Contoh 2

Kata asal                      :  walk

Sebagai verb                :  She walks to schools

Dia berjalan kaki kesekolah.

Sebagai noun                :  Let’s take a walk.

Mari kita (melakukan) jalan-jalan.

Bentuk ‘ing’ sebagai
adjective                       :  1. Do you know that walking girl?

:      Apa kamu kenal gadis yang sedang berjalan kaki itu?
2. This rottan can be used for a walking stick
Rotan ini dapat digunakan untuk tongkat berjalan.

Gerund (subjek)           :  Walking will strengthen your muscles.
Berjalan akan memperkuat otot-otot kamu.

Gerund (objek)             :  I do walking as my routine exercise
Saya berjalan sebagai olahraga rutin saya.

Perhatikan perbedaan kedua kata tersebut:

  1. ‘paint’ Kalau paint dipakai sebagai adjective yang digunakan adalah ‘painted door’ (pintu bercat) sama seperti ‘fried rice’ (nasi goreng),  ‘tored cloth’ (kain sobek), dsb.
  2. ‘walk’ Kalau walk dipakai sebagai adjective yang digunakan adalah bentuk ‘ing’, ‘walking child’ (anak kecil yang sedang berjalan) sama seperti ‘flying aircraft’ (pesawat sedang terbang), ‘crying baby’ (bayi sedang menagis), dsb.

Verb mana kalau sebagai adjective harus memakai bentuk “ing” dan verb mana harus memakai bentuk past participle (berkahiran -ed) tergantung pada apakah verb tersebut intransitive atau transitive dengan ketentuan sbb;

Kalau verb tersebut transitive, bentuk yang digunakan untuk adjective adalah “past participle” (-ed)  →  boiled corn (jagung rebus),  printed batik (batik tulis/cetak)

Kalau verb tersebut intransitive, bentuk yang digunakan sebagai adjective harus bentuk “present participle” (-ing)  →singing bird (burung sedang berkicau)

Uraian diatas menjunjukkan bahwa latihan untuk memahami verbal wording ini merupakan satu kegiatan strategis dalam pembelajaran bahasa Inggris baik untuk lisan maupun tulisan.


[1] Stephen N. Tchudi and Joanne Yates Teaching Writing in the Content Area, National Education Association Washington DC, 1985  “You don’t need a college degree in English to teach content area writing.

[2] Porter G. Perrin, Wilma R. Ebbit,  Writer’s Guide and Index to English, Scott, Foresman and Company Glanview, Illinois, London.  Philippines Copyright 1972.

About binhom

English book writer
This entry was posted in Uncategorized. Bookmark the permalink.

Leave a comment